Negara Hadir di Natuna, Tegaskan Wilayah Milik NKRI

JAKARTA - Wilayah Kabupaten Natuna adalah milik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sumber daya alam di Kabupaten Natuna sangatlah melimpah, sehingga tidak heran negara tetangga berebutan mengklaim wilayah ini sebagai milik mereka.

Beberapa waktu lalu, Tiongkok mengklaim perairan Natuna di dalam nine dash line atau sembilan garis putus yang disebut oleh Tiongkok sebagai Traditional Fishing Grounds. Kemudian baru-baru ini, seorang ilmuwan asal Malaysia mengeluarkan klaim sejarah bawah Laut Natuna adalah milik Malaysia. 

Melihat ke belakang, dikutip dari berbagai sumber, sebuah deklarasi dilakukan pada 13 Desember 1957. Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja menjadi inisiatornya. Deklarasi Djuanda mempertegas laut-laut yang masuk dalam wilayah Republik Indonesia. Dengan demikian, laut-laut antarpulau tidak lagi merupakan kawasan bebas, melainkan milik Republik Indonesia.

Salah satu isi dari Deklarasi Djuanda adalah sebagai berikut: "Bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Sembilan tahun sesudah lahirnya UU mengenai perairan Indonesia, pemerintah mengeluarkan pengumuman tentang "Landasan Kontinen Indonesia" pada 17 Februari 1969. Kemudian pada 1982, Konvensi Hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982) mengakui deklarasi itu.

Barulah muncul Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 untuk mempertegas aturan dari PBB yang menyatakan Indonesia negara kepulauan.

Pada saat mengunjungi Natuna pada tahun lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia tidak boleh ragu bahwa Natuna adalah milik NKRI. Dengan tegas Presiden mengatakan Natuna adalah milik NKRI dari dulu sampai sekarang.

"Dari dulu sampai sekarang Natuna ini adalah Indonesia, teritorialnya Indonesia. Jelas, penduduknya 81.000 juga masuk dalam salah satu dari 514 kabupaten dan kota Indonesia. Apalagi yang harus dipertanyakan? Ndak ada," tegas Presiden. 

Kepala Negara juga memastikan adanya penegakan hukum hak berdaulat Indonesia atas sumber daya alam di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, pada 8 Januari 2020.

"Jadi, perlu saya ulang lagi, saya ke sini juga ingin memastikan penegakan hukum atas hak berdaulat kita, hak berdaulat negara kita, Indonesia, atas kekayaan sumber daya alam laut kita di Zona Ekonomi Eksklusif. Kenapa di sini hadir Bakamla (Badan Keamanan Laut Republik Indonesia)? Kenapa di sini hadir (TNI) Angkatan Laut? (Adalah) Untuk memastikan penegakan hukum yang ada di sini," ujar Presiden Jokowi.

Untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI, Pemerintah telah hadir di Kabupaten Natuna yang merupakan salah satu kabupaten perbatasan negara. Natuna memiliki Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa dan diproyeksikan pada tahun 2022 memiliki Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Serasan.

Bakamla dan Pemkab Natuna pun juga telah berkolaborasi untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Natuna. 

Melihat betapa pentingnya negara hadir di perbatasan negara seperti di wilayah Kabupaten Natuna, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) bersama Kementerian/Lembaga anggota berencana melakukan kunjungan untuk memantau Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

Kepala BNPP, Muhammad Tito Karnavian, mengatakan bahwa pulau kecil terluar sangatlah penting untuk dijaga karena pulau-pulau terluar tersebut menentukan batas kontinen, batas Zona Ekonomi Eksklusif, dan hak untuk mengelola sumber daya alamnya. Negara tetap harus menunjukkan eksistensinya meski pulau terluar tersebut hanya berupa batuan. 

"Itu kira-kira kenapa pentingnya satu pulau kosong yang hanya merupakan batu, tetapi kemudian diambil oleh negara lain, berimplikasi pada batas kontinen yang menjadi batas wilayah negara dan batas ZEE untuk di laut," ujar Menteri Tito beberapa waktu lalu.

Kunjungan BNPP bersama K/L anggota rencananya akan dilaksanakan pada akhir November 2021 ini. Kegiatan ini akan melibatkan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten terkait, untuk mendorong percepatan pembangunan Batas Wilayah Negara Kawasan Perbatasan, serta meningkatkan prasarana pertahanan dan keamanan di PPKT yang ada di Kabupaten Natuna.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, selaku Ketua Pengarah BNPP dan Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, selaku Kepala BNPP diagendakan akan turut serta dalam kegiatan ini.

Sekretaris BNPP, Restuardy Daud, menyampaikan PPKT yang akan dikunjungi adalah Pulau Sekatung di Kecamatan Pulau Laut, yang berada di paling utara wilayah perairan Laut Natuna Utara dan berbatasan dengan Laut Cina Selatan. 

Beberapa kegiatan yang rencananya akan dilaksanakan oleh Menko Mahfud dan Menteri Tito beserta rombongan di Pulau Sekatung dan Pulau Laut, selain menunjungi Pos Pengamanan Pulau Terluar di Pulau Sekatung, juga akan melakukan Rapat Koordinasi Pengelolaan Perbatasan Negara, meninjau pelaksanaan Kegiatan Vaksinasi dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19, serta melihat kegiatan pemberdayaan masyarakat (nelayan) sebagai bagian komponen pendukung Hankam perbatasan negara.


(Humas BNPP)